Kepemimpinan dalam Organisasi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin baik pemimpin dalam menjalankan fungsinya, maka komitmen terhadap organisasi akan semakin baik. Dengan kata lain seorang pemimpin harus senantiasa menjaga kondisi psikologis pegawai terutama yang berkaitan dengan unsur perasaan, kenyamanan, dan memelihara hubungan antara pimpinan dan pegawai serta antar pegawai dengan pegawai. Jika hal ini dilakukan dengan konsisten maka pegawai akan nyaman dan aman bekerja dan ini akan berpengaruh terhadap kinerja pegawai. Temuan penelitian ini sesuai dengan teori kepemimpinan situasional dan model kontijensi oleh Fred Fieldler (1967) dalam Thoha (2008:209) yang menyatakan bahwa setiap pemimpin perlunya memelihara hubungan kepemimpinan dengan situasi yang menyenangkan dilihat dari tiga dimensi, yaitu:
- Hubungan pemimpin dengan anggota. Hal ini merupakan variabel yang paling penting didalam menentukan situasi yang menyenangkan.
- Derajat dan struktur tugas. Dimensi ini merupakan masukan yang amat penting, dalam menentukan situasi yang menyenangkan.
- Posisi kekuasaan pemimpin yang dicapai lewat otoritas formal.
Dimensi ini merupakan dimensi yang amat penting ketika dalam situasi yang menyenangkan. Hasil uji deskripsi indikator variabel kepemimpinan yang memberi kontribusi terbesar adalah bahwa seorang pemimpin dalam melaksanakan tugas-tugas tertentu selalu melibatkan pegawai dengan cara berdiskusi terutama dalam pengambilan keputusan yang rumit, misalnya, adanya pekerjaan yang harus diselesaikan secara bersamaan, dan dalam waktu yang bersamaan, maka hal ini ditempuh dengan menggunakan skala prioritas. Pengambilan keputusan ini didasarkan berbagai pertimbangan dan masukan para pegawai dalam mencari solusi penyelesaian pekerjaan. Hal ini sangat terkait dengan indikator lainnya yakni adanya kesempatan bawahan untuk mengajukan usul dan pendapat berkaitan dengan persoalan suatu pekerjaan.
Berdasarkan kedua indikator penelitian tersebut sebagaimana diuraikan diatas menggambarkan bahwa kepemimpinan yang dijalankan oleh para pemimpin selama ini, menunjukkan suatu tipe kepemimpinan yang mengarah kepada kepemimpinan situasional yakni, disatu sisi pemimpinan merusaha menjaga kondisi psykologis pegawai agar bekerja dengan nyaman dan aman serta aspek yang berkaitan dengan semua kebutuhan dan keinginan pegawai tersebut. Terciptanya kenyamanan dan rasa aman akan meningkatkan kepercayaan pegawai terhadap pemimpin itu sendiri sehingga meciptakan komitmen organisasi pegawai yang kuat, loyalitas terhadap pimpinan semakin tinggi dan ini akan berdampak positif terhadap kinerja pegawai dan kinerja organisasi. Disisi lain tanggungjawab atas pekerjaan perlu diselesaikan dalam waktu yang bersamaan.
Jika ini tidak mendapatkan tanggapan dan perhatian pegawai secara serius, maka tanggungjawab tugas akan selalu menjadi beban yang pada akhirnya hasil kerja yang ingin dicapai dengan sendirinya akan tertunda. Disinilah peranan pemimpin dalam menghadapi situasi yang terjepit berusaha bagaimana tugas dan tanggungjawab tugas tersebut dapat dipecahkan dan diselesaikan bersama melalui winwin solusion.
Kinerja organisasi dijadikan sebagai salah satu ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi, baik organisasi profit maupun organisasi non profit. Organisasi tak lepas dari masalah sumberdaya manusia karena sampai saat ini sumberdaya manusia menjadi pusat perhatian dan tumpuan bagi organisasi atau perusahaan untuk bertahan dalam persaingan yang semakin ketat di era globalisasi ini. Tuntutan yang semakin ketat tersebut membuat manajemen sumberdaya manusia harus dikelola dengan baik dengan memperhatikan segala kebutuhan demi tercapainya tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Menurut Mulyadi dan Rivai (2009) dalam organisasi terdapat pihak-pihak yang saling terkait antara lain pemimpin sebagai atasan, dan pegawai atau karyawan sebagai bawahan. Pentingnya kepemimpinan dalam organisasi menurut Suranta (2002) dikarenakan pemimpin memiliki peran strategis dalam usaha mencapai tujuan organisasi sesuai visi dan misi organisasi . Siagian (2002) mengutarakan bahwa Kepemimpinan merupakan individu yang menduduki suatu jabatan tertentu dimana individu tersebut memiliki kemampuan dan keterampilan untuk mempengaruhi perilaku orang lain yakni bawahannya untuk berfikir dan bertindak sehingga melalui perilaku yang positif tersebut dapat memberikan kontribusi dalam pencapaian tujuan organisasi.
Penjelasan pentingnya kemampuan pemimpin dalam organisasi ditujukan untuk kemajuan bagi organisasi. Salah satu gaya kepemimpinan yang menuntut kemampuan dari seorang pemimpin tersebut yaitu gaya kepemimpinan transfomasional dengan memotivasi para bawahan untuk berbuat lebih baik sesuai harapan dari bawahan dengan meningkatkan nilai tugas dengan mendorong bawahannya mengorbankan diri sendiri demi kepentingan organisasi diikuti dengan peningkatan tingkat kebutuhan bawahan yang lebih baik. Hasil penelitian Riaz dan Ulhaque (2012) menunjukkan gaya kepemimpinan transformasional memiliki pengaruh signifikan positif terhadap pengambilan keputusan dan berpengaruh negatif terhadap gaya pengambilan keputusan avoiden dan ketergantungan. Hasilnya, gaya kepemimpinan tidak berpengaruh terhadap pengambilan keputusan spontan.
Selain itu gaya kepemimpinan otoriter menurut Gustomo dan Silvianita (2009) berpengaruh terhadap loyalitas melalui kepuasan kerja. Kepuasan kerja yaitu persepsi seseorang terkait pekerjaan, berdasarkan faktor-faktor lingkungan kerja seperti gaya atasan, prosedur kerja dan aturan, rekan kerja, iklimi kerja dan tingkat kompensasi yang diberikan pada bawahan. Kepemimpinan dalam organisasi juga menuntut kepekaan terhadap budaya yang terdapat dalam organisasi. Budaya dalam organisasi ini mempunyai fungsi antara lain: menetapkan batas dan wewenang, memberikan rasa identitas kepada anggotanya. Karakteristik budaya dalam organisasi dapat dijadikan pedoman bagi pimpinan untuk membuat keputusan agar organisasi lebih efektif dalam mencapai tujuan.
Adapun budaya organisasi tersebut menurut Mc Gregor (1960) memiliki sisi tentang sifat manusia dan perilaku manusia yang penting untuk dijadikan pedoman dalam menentukan gaya operasi atau praktik setiap pimpinan. Sisi manusia berupa sifat dan perilaku menurut Mc Gregor dikenal dengan teori X (berdasarkan asumsi petunjuk dan kontrol) dan Teori Y (berdasakan asumsi integrasi dan dukungan). Dengan diberlakukannya teori ini maka seorang pemimpin tidak selalu berorientasi pada diri sendiri sebagai seorang pemimpin namun juga penting untuk melihat sisi manusia yang membentuk budaya dalam organisasi. Artinya, seorang pemimpin bekerja berpatokan pada sifat dan perilaku para bawahan dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Sisi kemanusiaan menurut Mc Gregor inilah yang menjadi tujuan penulisan untuk dianalisis dalam menentukan tidakan yang harus dilakukan oleh pemimpin serta gaya kepemimpinan yang sesuai dalam menjalankan kehidupan berorganisasi. Hal tersebut sangatlah penting mengingat organisasi dijalankan tidak hanya melalui satu gaya kepemimpinan saja dan dalam organisasi terdapat unsur manusia yang saling terikat baik secara tugas maupun ikatan sebagai manusia alami.