Contoh Good Governance: Penerapan dalam Pelayanan Publik

Penerapan Good Governance dalam Pelayanan Publik

Dewasa ini di negara kita, publik berharap pada pemerintah agar dapat terselenggaranya good governance, yaitu penyelenggaraan pemerintahan yang efektif, efisien, transparan, akuntabel, dan bertanggung jawab. Efektif artinya penyelenggaraan tepat sasaran sesuai dengan perencanaan strategis yang ditetapkan, efisien artinya penyelenggaraan dilakukan secara hemat berdaya guna dan berhasil guna, transparan artinya segala kebijakan yang dilakukan oleh penyelenggara negara itu adalah terbuka, semua orang melakukan dapat pengawasan secara langsung sehingga mereka dapat memberikan penilaian kinerjanya terhadap hasil yang dicapai, akuntabel artinya penyelenggara pemerintah bertanggung jawab terhadap kebijakan yang ditetapkan, serta mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada seluruh warga negara pada setiap akhir tahun penyelenggaraan pemerintahan.

Permasalahan yang dialami oleh bangsa Indonesia sekarang ini semakin komplek dan semakin sarat dengan permasalahan. Oknumoknum organisasi pemerintah yang seyogyanya menjadi panutan rakyat banyak yang tersandung masalah hukum. Eksistensi pemerintahan yang baik atau sering disebut good governance yang selama ini dieluelukan, faktanya saat ini masih menjadi mimpi dan hanyalah sebatas jargon belaka. Indonesia harus segera terbangun dari tidur panjangnya. Revolusi di setiap bidang harus dilakukan karena setiap produk yang dihasilkannya hanya mewadahi kepentingan partai politik, fraksi dan sekelompok orang. Padahal seharusnya penyelenggaraan negara yang baik harus menjadi perhatian serius. Transparansi memang bisa menjadi salah satu solusi, tetapi hal itu tidaklah cukup untuk mencapai good governance.

Konsep good governance muncul karena adanya ketidakpuasan pada kinerja pemerintahan yang selama ini dipercaya sebagai penyelenggara urusan publik. Menerapkan praktik good governance dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan kapasitas pemerintah, masyarakat sipil, dan mekanisme pasar. Salah satu pilihan strategis untuk menerapkan good governance di Indonesia adalah melalui penyelenggaraan pelayanan publik. Pelayanan publik menjadi tolok ukur keberhasilan pelaksanaan tugas dan pengukuran kinerja pemerintah melalui birokrasi. Pelayanan publik sebagai penggerak utama juga dianggap penting oleh semua aktor dari unsur good governance. Para pejabat publik, unsur-unsur dalam masyarakat sipil dan dunia usaha sama-sama memiliki kepentingan terhadap perbaikan kinerja pelayanan publik. Ada tiga alasan penting yang melatarbelakangi bahwa pembaharuan pelayanan publik dapat mendorong praktik good governance di Indonesia.

Pertama, perbaikan kinerja pelayanan publik dinilai penting oleh stakeholders, yaitu pemerintah, warga, dan sektor usaha. Kedua. Pelayanan publik adalah ranah dari ketiga unsur governance melakukan interaksi yang sangat intensif. Ketiga, nilai-nilai yang selama ini mencirikan praktik good governance diterjemahkan secara lebih mudah dan nyata melalui pelayanan publik. Fenomena pelayanan publik oleh birokrasi pemerintah sarat dengan permasalahan, misalnya prosedur pelayanan yang berteletele, ketidakpastian waktu dan harga yang menyebabkan pelayanan menjadi sulit dijangkau secara wajar oleh masyarakat. Hal ini menyebabkan terjadi ketidakpercayaan kepada pemberi pelayanan dalam hal ini birokrasi sehingga masyarakat mencari jalan alternatif untuk mendapatkan pelayanan melalui cara tertentu yaitu dengan memberikan biaya tambahan.

Di samping permasalahan di atas, juga tentang cara pelayanan yang diterima oleh masyarakat yang sering dilecehkan martabatnya sebagai warga negara. Masyarakat ditempatkan sebagai klien yang membutuhkan bantuan pejabat birokrasi, sehingga harus tunduk pada ketentuan birokrasi dan kemauan dari para pejabatnya. Hal ini terjadi karena budaya yang berkembang dalam birokrasi selama ini bukan budaya pelayanan, tetapi lebih mengarah kepada budaya kekuasaan. Untuk mengatasi kondisi tersebut perlu dilakukan upaya perbaikan kualitas penyelenggaraan pelayanan publik yang berkesinambungan demi mewujudkan pelayanan publik yang prima sebab pelayanan publik merupakan fungsi utama pemerintah yang diberikan sebaik-baiknya oleh pejabat publik.

Salah satu upaya pemerintah adalah dengan melakukan penerapan prinsip-prinsip good governance, yang diharapkan dapat memenuhi pelayanan yang prima terhadap masyarakat. Terwujudnya pelayanan publik yang berkualitas merupakan salah satu ciri good governance. Untuk itu, aparatur negara harus melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara efektif dan efisien, karena diharapkan dengan penerapan good governance dapat mengembalikan dan membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Pelaksanaan Good Governance di Indonesia

 Penerapan good governance di Indonesia dilatarbelakangi oleh dua hal yang sangat mendasar:

  1. Tuntutan eksternal: Pengaruh globalisasi telah memaksa kita untk menerapkan good governance. Istilah good governance mulai mengemuka di Indonesia pada akhir tahun 1990-an, seiring dengan interaksi antara pemerintah Indonesia dengan negara-negara luar dan lembaga-lembaga donor yang menyoroti kondisi objektif situasi perkembangan ekonomi dan politik dalam negeri Indonesia.
  2. Tuntutan internal: Masyarakat melihat dan merasakan bahwa salah satu penyebab terjadinya krisis multidimensional saat ini adalah terjadinya juse of power yang terwujud dalam bentuk KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme), dan sudah sedemikan rupa mewabah dalam segala aspek kehidupan. Masyarakat menilai praktik KKN yang paling mencolok kualitas dan kuantitasnya adalah justru yang dilakukan oleh cabang-cabang pemerintahan, eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Pelaksanaan good governance yang baik adalah bertumpu pada tiga pilar dan penerapannya akan berjalan dengan baik jika didukung oleh tiga pilar yang saling berhubungan, yaitu negara/pemerintah dan perangkatnya sebagai regulator, dunia usaha atau swasta sebagai pelaku pasar, dan masyarakat sebagai pengguna produk dari dunia usaha, sehingga menjalankan good governance seyogyanya dilakukan bersamasama pada tiga pilar/elemen tersebut. Bila pelaksanaan hanya dibebankan pada pemerintah saja maka keberhasilannya kurang optimal dan bahkan memerlukan waktu yang panjang.

Menerapkan praktik good governance dapat dilakukan secara bertahap sesuaiu dengan kapasitas pemerintah, masyarakat sipil dan mekanisme pasar. Upaya untuk menghubungkan tata pemerintahan yang baik dengan pelayanan publik bukanlah merupakan hal baru. Namun keterkaitan antara konsep good governance dengan konsep public service sudah cukup jelas. Argumentasi lain yang yang membuktikan betapa pentingnya pelayanan publik ialah keterkaitannya dengan tingkat kesejahteraan rakyat.

Inilah yang tampaknya harus dilihat secara jernih karena di negara-negara berkembang kesadaran para birokrat untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat masih sangat rendah. Secara garis besar, permasalahan penerapan good governance meliputi:

    1. Reformasi birokrasi belum berjalan sesuai dengan tuntutan masyarakat;
    2. Tingginya kompleksitas permasalahan dalam mencari solusi perbaikan;
    3. Masih tingginya tingkat penyalahgunaan wewenang, banyaknya praktek KKN, dan masih lemahnya pengawasan terhadap kinerja aparatur;
    4. Makin meningkatnya tuntutan akan partisipasi masyarakat dalam kebijakan publik;
    5. Meningkatnya tuntutan penerapan prinsipprinsip tata kepemerintahan yang baik, antara lain transparansi, akuntabilitas dan kualitas kinerja publik serta taat pada hukum;
    6. Mengingatnya tuntutan dalam pelimpahan tanggung jawab, kewenangan dan pengambilan keputusan dalam era desentralisasi;
    7. Rendahnya kinerja sumberdaya manusia dan kelembagaan aparatur, sistem kelembagaan (organisasi) dan ketatalaksanaan (manajemen) pemerintahan daerah yang belum memadai.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, para birokrat bekerja dalam sebuah lingkungan yang bermuatan nilai dan lingkungan yang didorong oleh sejumlah nilai, dimana nilai-nilai ini yang akan menjadi pijakan dalam segala aktivitas birokrasi saat memberi pelayanan publik. Terkait dengan pernyataan tersebut, ada beberapa nilai yang harus dipegang teguh para formulator saat mendesain suatu maklumat pelayanan. Beberapa nilai yang dimaksud yakni: kesetaraan, keadilan, keterbukaan, kontinuitas dan regulasitas, partisipasi, inovasi dan perbaikan, efisiensi, efektivias. Dengan metode tersebut penerapan prinsip good governance dalam pelayanan publik akan berjalan sesuai dengan prinsip-prinisp good governance yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000.

Salah satu pertimbangan mengapa pelayanan publik menjadi strategis dan prioritas untuk ditangani adalah, karena dewasa ini penyelenggaraan pelayanan publik sangat buruk dan signifikan dengan buruknya penyelenggaraan tata pemerintahan.dampat pelayanan publik yang buruk sangat dirasakan oleh warga dan masyarakat luas, sehingga menimbulkan ketidakpuasan dan ketidakpercayaan terhadap kinerja pelayanan pemerintah. Buruknya pelayanan publik, mengindikasikan kinerja manajemen pemerintahan yang kurang baik. Faktor-faktor penyebab buruknya pelayanan publik selama ini antara lain:

    1. Kebijakan dan keputusan yang cenderung menguntungkan para elit politik dan sama sekali tidak pro rakyat.
    2. Kelembagaan yang dibangun selalu menekankan sekedar teknis-mekanis saja dan bukan pendekatan pada martabat manusia.
    3. Kecenderungan masyarakat yang mempertahankan sikap nrimo (pasrah) apa danya yang telah diberikan oleh pemerintah sehingga berdampak pada sikap kritis masyarakat yang tumpul.
    4. Adanya sikap-sikap pemerintah yang berkecenderungan mengedepankan informality birokrasi dan mengalahkan proses formalnya dengan asas mendapatkan keuntungan pribadi.

Penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik menurut paradigma good governance, dalam prosesnya tidak hanya dilakukan oleh pemerintah daerah berdasarkan pendekatan rule government (legalitas), atau hanya untuk kepentingan pemerintahan daerah. Paradigma good governance, mengedepankan proses dan prosedur, di mana dalam proses persiapan, perencanaan, perumusan dan penyusunan suatu kebijakan senantiasa mengedepankan kebersamaan dan dilakukan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Penyelenggaraan pemerintahan yang baik, pada dasarnya menuntut keterlibatan seluruh komponen pemangku kepentingan, baik di lingkungan birokrasi maupun di lingkungan masyarakat.

Penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah pemerintah yang dekat dengan masyarakat dan dalam memberikan pelayanan harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Esensi kepemerintahan yang baik (good governance) dicirikan dengan terselenggaranya pelayanan publik yang baik, hal ini sejalan dengan esensi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang ditujukan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus masyarakat setempat, dan meningkatkan pelayanan publik. Kinerja manajemen pemerintahan yang buruk dapat disebabkan berbagai faktor antara lain: ketidakpedulian dan rendahnya komitmen top pimpoinan, pimpinan manajerial atas, menengah, dan bawah, serta aparatur penyelenggara pemerintahan lainnya untuk bersama-sama mewujudkan tujuan otonomi daerah.

Selain itu, kurangnya komitmen untuk menetapkan dan melaksanakan strategi dan kebijakan meningkatnkan kualitas manajemen kinerja dan kualitas pelayanan publik. Pelayanan publik yang baik akan berpengaruh utuk menurutnkan atau mempersempit terjadinya KKN dan pungli yang dewasa ini telah merebak di semua lini ranah pelayanan publik, serta dapat menghilangkan diskriminasi dalam pemberian pelayanan. Paradigma good governance menjadi relevan dan menjiwai kebijakan pelayanan publik di era otonomi daerah yang diarahkan untuk meningkatkan kinerja manajemen pemerintahan, mengubah sikap ental, perilaku aparat penyelenggara pelayanan serta membangun kepedulian dan komitmen pimpinan daerah dan aparatnya untuk memperbaiki dan meningkatkan pelayanan publik yang berkualitas.

Permasalahan Pelayanan Publik

Permasalahan utama pelayanan publik pada dasarnya adalah berkaitan dengan peningkatan kualitas pelayanan itu sendiri. Pelayanan yang berkualitas sangat tergantung pada berbagai aspek, yaitu bagaimana pola penyelenggaraannya (tata laksana), dukungan sumber daya manusia, dan kelembagaan. Dilihat dari sisi pola penyelenggaraannya, pelayanan publik masih memiliki berbagai kelemahaan antara lain:

    1. Kurang responsif. Kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur pelayanan, mulai pada tingkatan petugas pelayanan (front line) sampai dengan tingkatan penanggung jawab instansi. Respin terhadap berbagai keluhan, aspirasi, maupun harapan masyarakat seringkali lambat atau bahkan diabaikan sama sekali.
    2. Kurang informatif. Berbagai informasi yang seharusnya disampaikan kepada masyarakat lambat atau bahkan tidak sampai kepada masyarakat.
    3. Kurang accessible. Berbagai unit pelaksanaka pelayanan terletak jauh dari jangkauan masyarakat sehingga menyulitkan bagi mereka yang memerlukan pelayanan tersebut.
    4. Kurang koordinasi. Berbagai unit pelayanan yang terkait satu dengan lainya sangat kurang berkoordinasi. Akibatnya, sering terjadi tumpang tindih ataupun pertentangan kebijakan antara satu instansi pelayanan dengan instansi pelayanan lain yang terkait.
    5. Pelayanan (khususnya pelayanan perijinan) pada umumnya dilakukan dengan melalui proses yang terdiri dari berbagai level, hal ini menyebabkan penyelesaian pelayanan yang terlalu lama.
    6. Kurang mau mendengar keluhan/saran/ aspirasi masyarakat. Pada umumnya aparat pelayanan kurang memiliki kemauan untuk mendengar keluhan/saran/ aspirasi dari masyarakat. Akibatnya, pelayanan dilaksanakan dengan apa adanya, tanpa ada perbaikan dari waktu ke waktu.
    7. Berbagai persyaratan yang diperlukan (khususnya dalam pelayanan perijinan) seringkali tidak relevan dengan pelayanan yang diberikan.

Dilihat dari sisi sumber daya manusianya, kelemahan utama mewujudkan pelayanan yang baik demi terciptanya good governance adalah berkaitan dengan profesionalisme, kompetensi, empati dan etika. Berbagai pandangan juga setuju bahwa salah satu dari unsur yang perlu dipertimbangkan adalah masalah sistem kompensasi yang tepat. Dilihat dari sisi kelembagaan, kelemahan utama terletak pada disain organisasi yang tidak dirancang khusus dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat, penuh dengan hirarki yang membuat pelayanan menjadi berbelit-belit (birokratis), dan tidak terkoordinasi. Kecenderungan untuk melaksanakan dua fungsi sekaligus, fungsi pengaturan dan fungsi penyelenggaraan, masih sangat kental dilakukan oleh pemerintah, yang juga menyebabkan pelayanan publik menjadi tidak efisien.

Pemecahan masalah

Tuntutan masyarakat pada era reformasi terhadap pelayanan publik yang berkualitas akan semakin menguat. Oleh karena itu, kredibilitas pemerintah sangat ditentukan oleh kemampuannya mengatasi berbagai permasalahan di atas sehingga mampu menyediakan pelayanan publik yang memuaskan masyarakat sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Adapun hal-hal yang dapat diajukan untuk mengatasi permasalahan tersebut antara lain:

    1. Penetapan standar pelayanan. Standar pelayanan memiliki arti yang sangat penting dalam pelayanan publik. Standar pelayanan merupakan suatu komitmen penyelenggara pelayanan untuk menyediakan pelayanan dengan suatu kualitas tertentu yang ditentukan atas dasar perpaduan harapan-harapan masyarakat dan kemampuan penyelenggara pelayanan demi terciptanya good governance. Penetapan standar pelayanan yang dilakukan melalui proses identifikasi jenis pelayanan, identifikasi pelanggan, identifikasi harapan pelanggan, perumusan visi dan misi pelayanan, analisis proses dan prosedur, sarana dan prasarana, waktu dan biaya pelayanan. Proses ini tidak hanya akan memberikan informasi mengenai standar pelayanan yang harus ditetapkan, tetapi juga informasi mengenai kelembagaan yang mampu mendukung terselenggaranya proses manajemen yang menghasilkan pelayanan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
    2. Pengembangan Standard Operating Procedures (SOP). Untuk memastikan bahwa proses pelayanan dapat berjalan secara konsisten diperlukan adanya SOP. Dengan adanya SOP, maka proses pengolahan yang dilakukan secara internal dalam unit pelayanan dapat berjalan sesuai dengan acuan yang jelas, sehingga dapat berjalan secara konsisten dalam mewujudkan good governance. Di samping itu SOP juga bermanfaat dalam hal: 1) Untuk memastikan bahwa proses dapat berjalan uninterupted. Jika terjadi halhal tertentu, misalkan petugas yang diberi tugas menangani satu proses tertentu berhalangan hadir, maka petugas lain dapat menggantikannya. Oleh karena itu proses pelayanan dapat berjalan terus; 2) Untuk memastikan bahwa pelayanan perijinan dapat berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku; 3) Memberikan informasi yang akurat ketika dilakukan penelususran terhadap kesalahan prosedur jika terjadi penyimpangan dalam pelayanan; 4) Memberikan informasi yang akurat ketika akan dilakukan perubahanperubhana tertentu dalam prosedur pelayanan; 5) Memberikan informasi yang jelas mengenai tugas dan kewenangan yang akan diserahkan kepada petugas tertentu yang akan menangani satu proses pelayanan tertentu, atau dengan kata lain, bahwa semua petugas yang terlibat dalam proses pelayanan memiliki uraian tugas dan tanggung jawab yang jelas;
    3. Pengembangan Survey Kepuasan Pelanggan. Untuk menjaga kepuasan masyarakat, maka perlu dikembangkan suatu mekanisme penilaian kepuasan masyarakat atas pelayanan yang telah diberikan oleh penyelenggara pelayanan publik. Dalam konsep manajemen pelayanan didalam good governance, kepuasan pelanggan dapat dicapai bila produk pelayanan yang diberikan oleh penyedia pelayanan memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat. Oleh karena itu, survey kepuasan pelanggan memiliki arti penting dalam upaya peningkatan pelayanan publik.
    4. Pengembangan Sistem Pengelolaan Pengaduan. Pengaduan masyarakat merupakan satu sumber informasi bagi upaya-upaya pihak penyelenggara pelayanan untuk secara konsisten menjaga pelayanan yang dihasilkannya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Oleh karena itu perlu didisain suatu sistem pengelolaan pengaduan yang secara efektif dan efisien dapat mengolah berbagai pengaduan masyarakat menjadi bahan masukan bati perbaikan kualitas pelayanan.

Di samping itu, peningkatan kualitas pelayanan publik juga perlu didukung adanya restrukturisasi birokrasi, yang akan memangkas berbagai kompleksitas pelayanan publik menjadi lebih sederhana. Dalam mewujudkan good governance, Birokrasi yang kompleks menjadi ladang bagi tumbuhnya KKN dalam penyelenggaraan pelayanan. Dari uraian di atas, jelas bahwa perbaikan kinerja pelayanan publik di Indonesia memerlukan kebijakan yang holistic. Pemerintah dituntut keberanian dan kemampuannya untuk bisa mengembangkan kebijakan reformasi birokrasi yang holistic dan melaksanakannya secara konsisten.

Dengan cara ini, diharapkan reformasi birokrasi di Indonesia dapat menghasilkan sosok birokrasi yang benar-benar mengabdikan dirinya pada kepentingan publik dan menghasilkan pelayaan publik yang efisien, responsif, dan akuntabel. Diharapkan untuk ke depannya pelayanan yang diberikan melalui konsep good governance akan menjadikan lebih mudah dalam memperoleh pelayanan dan memberikan pelayanan yang terbaik untuk masyarakat yang ada di pemerintahan serta tidak membutuhkan biaya yang besar untuk memperoleh sebuah pelayanan. Dengan melaksanakan prinsip-prinsip good governance maka tiga pilarnya yaitu pemerintah, korporasi, dan masyarakat sipil saling menjaga, support dan berpartisipasi aktif dalam penyelenggaraan pemerintahan yang sedang dilakukan.

Putra

artikelpendidikan.id merupakan situs berita online tentang informasi terkini seputar artikel pendidikan serta informasi terkait pengertian definisi terbaru dan terupdate.
Back to top button